Jumat, 25 Desember 2009

PILKADES DAN PEMBAHARUAN DESA

Kehidupan demokrasi di desa saat ini jauh lebih maju. Dalam Pilkades masyarakat desa memilih secara langsung pimpinan mereka. Dalam momentum menjelang Pilkades, saya memaknainya sebagai peluang untuk memajukan kehidupan pedesaan, terutama petani pedesaan. Lebih khusus lagi memaknai jabatan kepala desa, sebagai jabatan politik yang dapat memajukan masyarakat petani yang menjadi mayoritas penduduk. Kepala desa sudah waktunya untuk dimaknai bukan sekedar kepanjangan tangan administrasi pemerintahan supradesa.

Saat sekarang kita sedang “menikmati” hasil dari model pembangunan yang menafikan posisi desa. Pada dekade tahun 50-an, teori pembangunan melihat industrialisasi sebagai satu-satunya jalan keluar dari keterbelakangan. B. Higgins yang dikutip oleh Mubyarto mengungkapkan bahwa masalah yang dihadapi oleh masyarakat pertanian Indonesia tidak dapat dipecahkan dengan program-program pertanian saja. Menurutnya, hanya industrialisasi yang mampu mengubah pengangguran tersembunyi menjadi kerja yang produktif.

Memang industrialisasi di sektor manufaktur, perkebunan, pertanian, kehutanan berkembang dan pertumbuhan ekonomi meroket. Tapi, model pembangunan yang “kota sentris” mengorbankan penduduk desa yang hanya menjadi suplayer tenaga kerja murah dan menghasilkan produksi pertanian yang diberi nilai tukarnya rendah dibandingkan dengan produk industri. Akibatnya, akumulasi kapital pun mengalir ke kapitalis asing dan kesenjangan ekonomi semakin melebar antar sektor perkotaan dengan pedesaan, sektor formal dengan informal, sektor kapitalis dengan prakapitalis.

Dalam kondisi ini tidak mungkin terjadi akumulasi kapital pada masyarakat pedesaan atau petani, yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan usaha tani. Perhatian pemerintah yang hanya menekankan pada swasembada beras, juga menghancurkan kreatifitas petani untuk melakukan diversifikasi komoditas tanaman. Parahnya, fasilitas kredit yang mereka perlukan dipenuhi bukan dari lembaga keuangan formal, namun dari lembana informal yang semakin menjerat mereka dalam kemiskinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar