Jumat, 25 Desember 2009

PILIHAN KEPALA DESA, POLITIK UANG SUDAH BIASA

Pilkades adalah termasuk dalam kerangka demokrasi, namun pada kenyataannya efek yang ditimbulkan cukup beragam. Bahkan kadang-kadang luka yang ditimbulkan dalam ajang pilkades ini butuh waktu tahunan untuk menyembuhkannya. Ada beberapa masukan yang mengusulkan bahwa ajang pilkades ini dihilangkan atau diubah sedemikian rupa agar efek yang ditimbulkan tidak berkepanjangan.

Selain itu biasanya ajang pilkades ini rentan dengan yang namanya money politic atau politik uang, tanpa uang pilkades tidak jalan baik dari segi kepanitiaan sebagai pelaksana ataupun bagi pemilih yang menggunakan hak pilihnya dalam ajang pilkades. Untuk kepanitiaan, pemerintah daerah mengalokasikan dana khusus pos penyelenggaraan Pilkades yang jika dihitung mendekati miliaran rupiah bahkan lebih, selain itu desa juga mengeluarkan pos anggaran dan besarnya tergantung dari kesepakatan bersama antara pemerintahan desa dan lembaga yang ada. Bakal calon atau Calon kepala desa biasanya juga mengeluarkan sejumlah uang yang lazim disebut swadaya dalam rangka mensukseskan ajang pilkades di desanya.

Selain biaya tersebut di atas, calon kepala desa yang akan berlaga dalam ajang pemilihan kepala desa juga harus menyiapkan sejumlah uang dalam rangka kesuksesan dirinya dalam rangka menggaet pemilih. Biasanya hal ini telah dilakukannya jauh-jauh hari setelah dirinya dengan resmi mengikuti ajang pilkades di desanya istilah jawanya bukak lawang. Meskipun hanya sekedar menyediakan makanan kecil, minuman, rokok namun jika yang disediakan jumlah cukup banyak dan waktunya cukup panjang jika dihitung bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Oleh karenanya agar Pilkades bisa berjalan lancar dan menghasilkan pimpinan yang baik demi kemajuan desanya, warga desa harus mematuhi aturan yang berlaku, namun untuk urusan amplopan hal ini sudah menjadi hal yang lumrah, entah bagi-bagi duit atau money politic istilahnya itu pasti ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar